Selasa, 06 November 2012

PARTICIPATORY RURAL APPRAISAL (PRA)



Participatory Rural Appraisal (PRA) adalah penilaian/pengkajian/penelitiaan keadaan desa secara partisipatif. Maka dari itu, metode PRA adalah cara yang digunakan dalam melakukan pengkajian/penilaian/penelitian untuk memahami keadaa atau kondisi desa/wilayah/lokalitas tertentu dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

Robert Chambers adalah orang yang mengembangkan metode PRA, menyatakan bahwa metode dan teknik dalam PRA terus berkembang, sehingga sangat sulit untuk memberikan definisi final tentang PRA. Menurutnya PRA merupakan metode dan pendekatan pembelajaran mengenai kondisi dan kehidupan desa/wilayah/lokalitas dari, dengan dan oleh masyarakat sendiri dengan catatan : (1) Pengertian belajar, meliputi kegiatan menganalisis, merancang dan bertindak; (2) PRA lebih cocok disebut metode-metode atau pendekatan-pendekatan (bersifat jamak) daripada metode dan pendekatan (bersifat tunggal); dan (3) PRA memiliki beberapa teknik yang bisa kita pilih, sifatnya selalu terbuka untuk menerima cara-cara dan metode-metode baru yang dianggap cocok.

Jadi pengertian PRA adalah sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat di suatu desa/wilayah/lokalitas untuk turut serta meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan.

PRINSIP-PRINSIP PRA

Prinsip-prinsip dasar Participatory Rural Appraisal (PRA) terdiri dari :
1. Prinsip mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan).
Prinsip ini mengutamakan masyarakat yang terabaikan agar memperoleh kesempatan untuk memiliki peran dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pembangunan. Keberpihakan ini lebih pada upaya untuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan yang terdapat di suatu masyarakat, mengutamakan golongan paling miskin agar kehidupannya meningkat.

2. Prinsip pemberdayaan (penguatan) masyarakat
Pendekatan PRA bermuatan peningkatan kemampuan masyarakat, kemampuan itu ditingkatkan dalam proses pengkajian keadaan, pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan, sampai pada pemberian penilaian dan koreksi kepada kegiatan yang berlangsung.

3. Prinsip masyarakat sebagai pelaku dan orang luar sebagai fasilitator
PRA menempatkan masyarakat sebagai pusat dari kegiatan pembangunan. Orang luar juga harus menyadari peranannya sebagai fasilitator. Fasilitator perlu memiliki sikap rendah hati serta kesediannya belajar dari masyarakat dan menempatkannya sebagai narasumber utama dalam memahami keadaan masyarakat itu. Pada tahap awal peranan orang luar lebih besar, namun seiring dengan berjalannya waktu diusahakan peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan prakarsa kegiatan PRA para masyarakat itu sendiri.

4. Prinsip saling belajar dan menghargai perbedaan
Salah satu prinsip dasarnya adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat. Hal ini bukan berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan tidak berubah, sehingga harusnya dilihat bahwa pengalaman dan pengetahuan masyarakat serta pengetahuan orang luar saling melengkapi dan sama bernilainya, dan bahwa proses PRA merupakan ajang komunikasi antara kedua sistem pengetahuan itu agar melahirkan sesuatu yang lebih baik.

5. Prinsip Santai dan informal
Kegiatan PRA diselenggarakan dalam suasana yang bersifat luwes, terbuka, tidak memaksa dan informal. Situasi ini akan menimbulkan hubungan akrab, karena orang luar akan berproses masuk sebagai anggota masyarakat, bukan sebagai tamu asing yang oleh masyarakat harus disambut secara resmi.

6. Prinsip Triangulasi
Salah satu kegiatan PRA adalah usaha mengumpulkan dan menganalisis data atau informasi secara sistematis bersama masyarakat. Untuk mendapatkan informasi yang kedalamnnya bisa diandalkan kita dapat menggunakan Triangulasi yang merupakan bentuk pemeriksaan dan pemeriksaan ulang (check and recheck) informasi. Triangulasi dilakukan melalui penganekaragaman keanggotaan tim (keragaman disiplin ilmu atau pengalaman), penganekaragaman sumber informasi (keragaman latar belakang golongan masyarakat, keragaman tempat, jenis kelamin) dan keragaman teknik.

7. Prinsip mengoptimalkan hasil
Prinsip mengoptimalkan atau memperoleh hasil informasi yang tepat guna menurut metode PRA adalah :
- Lebih baik kita "tidak tahu apa yang tidak perlu kita ketahui" (ketahui secukupnya saja)
- Lebih baik kita "tidak tahu apakah informasi itu bisa disebut benar seratus persen, tetap diperkirakan bahwa informasi itu cenderung mendekati kebenaran" (daripada kita tahu sama sekali)

8. Prinsip orientasi praktis
PRA berorientasi praktis yaitu pengembangan kegiatan. Oleh karena itu dibutuhkan informasi yang sesuai dan memadai, agar program yang dikembangkan bisa memecahkan masalah dan meningkatkan kehidupan masyarakat. Perlu diketahui bahwa PRA hanyalah sebagai alat atau metode yang dimanfaatkan untuk mengoptimalkan program-program yang dikembangkan bersama masyarakat.

9. Prinsip keberlanjutan dan selang waktu
Metode PRA bukanlah kegiatan paket yang selesai setelah kegiatan penggalian informasi dianggap cukup dan orang luar yang memfasilitasi kegiatan keluar dari desa. PRA merupakan metode yang harus dijiwai dan dihayati oleh lembaga dan para pelaksana lapangan, agar problem yang mereka akan kembangkan secara terus menerus berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar PRA yang mencoba menggerakkan potensi masyarakat.

10. Prinsip belajar dari kesalahan
Terjadinya kesalahan dalam kegiatan PRA adalah suatu yang wajar, yang terpenting bukanlah kesempurnaan dalam penerapan, melainkan penerapan yang sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan yang ada. Kita belajar dari kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang terjadi, agar pada kegiatan berikutnya menjadi lebih baik.

11. Prinsip terbuka
Prinsip terbuka menganggap PRA sebagai metode dan perangkat teknik yang belum selesai, sempurna dan pasti benar. Diharapkan bahwa teknik tersebut senantiasa bisa dikembangkan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Sumbangan dari mereka yang menerapkan dan menjalankannya di lapangan untuk memperbaiki konsep, pemikiran maupun merancang teknik baru yang akan sangat berguna dalam mengembangkan metode PRA.

Senin, 01 Oktober 2012

medis pekerja sosial


johnson (1988) mengemukakan bahwa kompetensi pekerja sosial di rumah sakit adalah:
  1. Pekerja sosial medis memberikan pemahaman dorongan dan dukungan kepada pasien pada proses penyembuhan. Pekerja sosial medis menjadi sahabat, tempat bagi pasien untuk mengungkapkan dan mengeluarkan segala apa yang menjadi masalahnya sehingga dapat membantu penyembuhanya.
  2. Pekerja sosial medis dapat membawa pasien ke salah satu rumah sakit agar pasien tersebut dapat memperoleh pengobatan. Dalam hal ini termasuk dalam perencanaan dan pendekatan yang terkoordinasi dengan individu maupun keluarga
  3. Pekerja sosial medis memberikan dorongan agar pasien dapat kembali ke masyarakat menerima pasien seperti semula ketika pasien tersebut sehat.
Selain itu ada beberapa fungsi  pekerjaan sosial rumah sakit antara lain menurut Johnson marry (1988:48) ada enam fungsi pokok:
  1. Memberi bantuan dalam upaya menyelesaikan masalah-masalah emosional dan sosial seorang pasien yang timbul sebagai akibat penyakit yang dideritanya.
  2. Memberikan hubungan kekeluargaan yang baik
  3. Memperlancar hubungan antara rumah sakit, penderita dan keluarga
  4. Membantu proses penyesuaian diri pasien dengan masyarakat dan sebaliknya
  5. Memanfaatkan pemahaman staf rumah sakit tentang pekerjaan sosial dan berusaha mengintegrasikan bagian pekerjaan sosial secara integral dalam tim rumah sakit. Serta Melibatkan diri dalam aksi masyarakat.

metode penilitian sosial

METODE PENELITIAN SOSIAL

PENELITIAN SOSIAL PERLU DIKAJI LEBIH MENDALAM KARENA :
  •         Adanya pengaruh positivisme yang dominan di kalangan peneliti ilmu sosial, membutuhkan alternatif pembanding sehingga tercipta cakrawala pemikiran baru yang lebih sesuai dengan konteknya.

  •            Masih banyak bias, yang di kalangan peneliti ilmu sosial di Indonesia terjadi akibat tidak tersediannya informasi yang cukup mendalam dan praktis tentang penelitian kualitatif.

  •            Adanya kesadaran baru bahwa kegiatan penelitian kualitatif memang memuat banyak unsur ketegangan, sebab  setiap kajian selalu “terbuka” untuk didialogkan dan diskursus untuk menerima ide-ide baru sehinga “ penelitian kualitatif seperti tidak pernah mengalami penyelesaian final .............”

  •             Selama ini, kajian sosial yang bersifat positivistik, menolak keberadaan jenis analisis kualitatif dengan menggantang sayap bahwa grand theory yang selama ini dikembangkan sudah sangat baku sehingga model analisis ilmu sosial harus berujud legitimasi keputusan peluang pengembangan ilmu secara hipotesis (logico diasurdum)
  •            Ada kesadaran perlunya mencari peluang alternatif yang lebih beragam, sehingga sifat pengembangan ilmu sosial akan mengarah kepada pembentukan dunia kecil yang tidak dapat dikontrol secara metodologis.

  •             Model pendekatan kualtatif akan menyatakan bahwa pendekatan statistik cenderung mereduksi pikiran orang dengan sederhana, pikiran peneliti ibarat kenyataan empirik yang harus diakui oleh setiap responden penelitian



PRINSIP-PRINSIP ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

  •            MENCARI KEBENARAN “OBYEKTIF”
  •            ADA HUBUNGAN ANTARA TEORI DAN FAKTA
  •            SETIAP ELEMEN TEORI DAN FAKTA SELALU MENUNTUT ADANYA METODE UNTUK MENGETAHUINYA

SEGI-SEGI MENDASAR PENELITIAN ILMIAH

1.KUALITAS; dicirikan oleh,
1.Pertanyaan yang dirumuskan
2.Informasi
2.SEJAUH MANA PENELITIAN ITU DIRANCANG UNTUK TUJUAN TERTENTU
3.HARUS MENGIDENTIFIKASI SASARAN UTAMA
1.Karena penelitian ilmiah harus memiliki tujuan yang jelas
2.Harus diidentifikasi, karena peneliti tidak ingin menjawab pertanyaan yang tidak jelas


CIRI-CIRI PENELITIAN ILMIAH
(HARRY M. JOHNSON)


1.HARUS EMPIRIS
# Atas dasar pengamatan
2.HARUS TEORITIS
Hasil penelitian harus menyimpulkan generalisasi, menggambarkan secara logis faktor satu dengan yang lain (bisa sebab akibat atau linear)
3.HARUS KUMULATIF
Teori-teori yang lama yang kurang bisa diterapkan à diperbaharui
4.HARUS NON ETIS
Penelitian ilmiah harus non etis, bukan bersifat ETIS, tetapi harus tahu ETIS. Tidak menilai BAIK/BURUK, tetapi menyajikan apa adanya